Rabu, 28 November 2012



KERATON KOTA GEDE

Gapura Hastarengga Kotagede (bagian
dalam-gapura II)
Kota Gede merupakan tempat pertama kali kota Kerajaan Mataram Islam berdiri. Hanya saja keraton sebagai tempat tinggal raja di Kota Gede ini sekarang dapat dikatakan sudah tidak berbekas, kecuali toponim Daton (Kedaton) atau Dalem yang menunjukkan bahwa tempat tersebut pernah digunakan sebagai tempat berdirinya kedaton 'keraton' atau dalem 'rumah/istana kediaman raja'. Peninggalan-peninggalan yang masih tersisa di antaranya Masjid Agung, Kompleks Makam, Kompleks Makam Hasta Rengga, Sendang Seliran, Pasar Kota Gede (Pasar Legi), Benteng Cepuri, Batu Gatheng, Batu Gilang, Benteng Bokong Semar, dan tempayan batu (Batu Gentong) serta toponim-toponim. Kota Gede terletak kira-kira 6 kilometer arah tenggara pusat kota Yogyakarta.
Menurut De Haen, seorang Belanda yang pernah berkunjung ke Mataram Kota Gede pada tanggal 30 Juni 1623 Mataram Kota Gede merupakan kota yang luas dan penduduknya banyak. Di samping itu, kerajaan ini memiliki jaringan jalan yang indah, lebar dan berbagai pasar serta lumbung padi. Tinggi tembok kota sekitar 24-30 kaki, lebar 4 kaki, dan di luarnya mengalir parit (jagang).

Pada masanya Kota Gede diduga juga dilengkapi dengan taman mengingat ada nama abdi dalem yang bernama Juru Taman. Panembahan Seda Krapyak pun diceritakan pernah membangun taman di Danalaya. Danalaya ini terletak di sebelah selatan kota Kota Gede. Pada masa pemerintahan Panembahan Seda Krapyak ini pula dibangun Prabayeksa dan lumbung padi di Gading. Di samping itu, beliau juga memerintahkan untuk membuat krapyak (tempat perburuan binatang) di Beringan. Pada tempat itu pula beliau kelak menderita sakit dan wafat. Oleh karenanya beliau mendapat gelar anumerta Panembahan Seda Krapyak (nama mudanya Pangeran Jolang).
Keraton Kota Gede juga dilengkapi dengan Masjid, Pasar, Benteng, Alun-alun, Jagang (parit keliling benteng), Jaringan Jalan, Taman, Krapyak, Pintu Gerbang Pabean, dan Pemakaman.
Tanggal Berdirinya Mataram
Tidak ada angka tahun yang pasti yang dapat menandai tanggal berdirinya Keraton Mataram. Menurut cerita tutur Keraton Mataram didirikan pada tahun 1577. Menurut De Graaf yang mengambil sumber berita dari Babad Tanah Djawi, Keraton Plered jatuh tepat satu abad setelah Keraton Mataram berdiri. Sedangkan Keraton Plered itu sendiri jatuh pada tangal 29 Juni 1677. Dari perhitungan tersebut disimpulkan bahwa Keraton Mataram didirikan pada tahun 1578.
Masjid Agung Kota Gede
Bangunan masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun di dalam satu kompleks halaman. Masjid ini dibangun pada masa pemerintahan Panembahan Senapati (1583-1601). Untuk masuk ke kompleks masjid ada gerbang padureksa di sisi timur, selatan, dan utara. Semua pintu gerbang tersebut dilengkapi dengan daun pintu yang terbuat dari bahan kayu. Secara administratif Masjid Agung Kotagede berada di wilayah Desa Jagalan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DIY. Pada masanya masjid ini berfungsi sebagai masjid negara Mataram.

Masjid Agung Kotagede
Pasar Kota Gede
Pasar Legi yang sekarang masih berdiri dan hidup dengan segala dinamikanya, diduga kuat dulunya merupakan pasar kota kerajaan Mataram Kotagede. Seperti lazimnya pasar-pasar kerajaan Jawa Islam, berdiri di sebelah utara toponim Alun-alun. Aktivitas pasar yang paling ramai jatuh pada hari pasaran Jawa yang jatuh pada hari Legi. Oleh karena itu pula Pasar Kota Gede sering dikenal juga dengan nama Pasar Legi.

Pintu Utama Pasar Kotagede
Benteng
Sisa-sisa struktur benteng Keraton Mataram Kotagede masih dapat dilihat di beberapa bagian (benteng keliling kota Mataram). Sisa struktur benteng yang relatif kelihatan tersebut terdapat di Dusun Dalem dan Kedaton. Dusun ini terletak kira-kira di bagian tengah yang dahulu dikelilingi tembok keliling yang sering disebut cepuri. Tembok keliling (cepuri) ini tidak simetris, pada susut tenggara kelihatan melengkung sehingga membentuk sudut tumpul. Penduduk menamakan sudut benteng ini Bokong Semar.

Jalur Benteng Bokong Semar Kotagede

Jalur Benteng Bokong Semar II
Sedang sisa benteng yang terletak di antara Kompleks Makam Hasta Rengga dan Kompleks Makam Kota Gede-Masjid Agung (benteng keliling keraton) oleh penduduk dikenal dengan nama Benteng Raden Ronggo. Benteng ini tampak jebol dari atas ke bawah dengan lebar lubang kira-kira selebar bahu orang dewasa. Menurut cerita lisan, benteng tersebut jebol karena ditabrak oleh Raden Ronggo (salah satu putra Senapati). Benteng-benteng Mataram ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1592-1593 Masehi.

Benteng Raden Rangga
Sendang Saliran
Menurut Buku Riwayat Pasareyan Mataram III yang ditulis oleh R. Ng. Martohastono (almarhum), yakni seorang juru kunci Kotagede Mataram, Sendang Saliran konon dibuat oleh Ki Ageng Mataram dan Panembahan Senapati. Sendang ini dinamakan saliran karena konon memng dibuat/dikerjakan sendiri oleh Ki Ageng Mataram dan Panembahan Senapati. Menurut buku tersebut Sendang Saliran dibuat pada tahun 1284. Pada masa dulu di dalam sendang itu dipelihara kura-kura dan ikan lele. Kura-kura tersebut dinamai Kiai Duda. Sendang Saliran terdiri atas dua tempat yang masing-masing diperuntukkan bagi pengunjung laki-laki dan perempuan.

Sendang Saliran (untuk laki-laki)

Patung Kiai Duda-Sendang Saliran
Pendiri Istana Mataram Kota Gede
  1. Ki Ageng Pemanahan (…. 1575)Mataram pada awalnya adalah sebuah hutan yang bernama Mentaok yang diberikan Sultan Pajang (Sultan Hadiwijaya) kepada Ki Gede Pemanahan karena jasanya mengalahkan Aria Penangsang (Adipati Jipang). Akan tetapi sebelum Mataram atau Hutan Mentaok dihuni oleh Ki Gede Pemanahan, menurut beberapa versi, tanah ini telah lebih dulu dihuni oleh Syeh Maulana Achmat Mataram Jumadil Qubro (konon dari bangsa Bani Asin) yang kemudian bergelar Ki Ageng Mataram I.


    Gambar rekaan Ki Ageng Pemanahan

    Setelah Ki Ageng Mataram I masih ada lagi Ki Ageng Mataram II yang nama lainnya adalah Raden Joyoprono. Raden Joyoprono disebut pula dengan Pangeran Joyoprono (halaman 1) lalu disebut pula Panembahan Joyoprono (setelah diangkat sebagai guru oleh Ki Ageng Pemanahan). Raden Joyoprono kemudian disebut-sebut sebagai Ki Ageng Mataram II. Hal ini tentu berkait erat dengan kedudukannya di Hutan Mentaok yang menggantikan Ki Ageng Mataram I.
    Setelah melalui perbincangan atau tawar-menawar, Ki Ageng Pemanahan mendapatkan persetujuan dari Raden Joyoprono (Ki Ageng Mataram II) untuk tinggal di Hutan Mentaok. Ki Ageng Pemanahan kemudian lebih dikenal dengan sebutan Ki Ageng Mataram III.
  2. Panembahan Senapati (1575-1601)Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan Sutawijaya menggantikan kedudukannya. Ia bergelar Ngabehi Loring Pasar. Oleh Sultan Hadiwijaya (penguasa Pajang) ia diberi gelar Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.


    Gambar rekaan Panembahan Senapati

    Senapati adalah anak Ki Ageng Pemanahan dengan seorang istri utama. Ia mempunyai nama kecil Raden Danang Bagus Subruk, Bagus Danangjaya, Sutawijaya, Ngabehi Loring Pasar, Pangeran Harya Mataram Senapati Ing Alaga, dan oleh Sultan Hadiwijaya ia diberi nama gelar Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama. Setelah menggantikan kedudukan ayahnya ia lebih terkenal dengan nama Panembahan Senapati saja.


    Sela Gilang /Singgasana Panembahan Senapati (perhatikan cekungan
    pada batu tersebut yang konon digunakan untuk membenturkan
    kepala Ki Ageng Mangir Wanabaya)
Toponim
Di bekas keraton Mataram Kota Gede ini masih tersisa cukup banyak toponim yang menunjukkan aktivitas ekonomi dan sosial pada masanya. Toponim-toponim tersebut di antaranya: Kedaton, Kebon Dalem, Alun-alun, Mandarakan, Jayapranan, Jagalan, Singosaren, Pandean, Sayangan, Kemasan, Samakan, Sareman, Belehan, dan Bumen.
Toponim Kedaton menunjukkan bahwa tempat tersebut pernah digunakan sebagai singgasana/keraton. Toponim Kebon Dalem menunjukkan bahwa tempat tersebut pernah digunakan sebagai dalem 'kediaman raja/bangsawan'. Toponim Alun-alun menunjukkan bahwa tempat tersebut dulunya merupakan lokasi alun-alun/lapangan. Toponim Mandarakan, menunjukkan bahwa tempat tersebut pernah menjadi tempat kediaman Tumenggung Mandaraka. Toponim Jayapranan, menunjukkan bahwa tempat tersebut pernah menjadi tempat tinggal seseorang/bangsawan yang bernama Jayaprana.

Salah satu bentuk kelir di situs Kotagede
Toponim-toponim yang lain di antaranya Pandean, Sayangan, kemasan, Samakan, Sareman, Bumen, Singosaren, Jagalan, dan Belehan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogger templates

Blogroll

About